Selasa, 21 April 2015

FRAUD

Pengertian Fraud

Fraud adalah sebuah istilah di bidang IT yang artinya sebuah perbuatan kecuranganyang melanggar hukum (illegal-acts) yang dilakukan secara sengajadan sifatnya dapatmerugiakan pihak lain. Istilah keseharian adalah kecurangan diberi nama yang berlainan seperti pencurian, penyerobotan, pemerasaan, penjiplakan, penggelapan, dan lain-lain. Orang awam sering kali mengartikan bahwa fraud secara sempit adalah tindak pidana atau perbuatan korupsi. Fraud atau kecurangan itu sendiri adalah tindakan yang melawan Hukum oleh orang-orang dari dalam dan atau luar organisasi, dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan atau kelompoknya yang secara langsung merugikan pihak lain. Orang awam sering kali mengartikan bahwa fraud secara sempit adalah tindak pidana atau perbuatan korupsi.

Dari beberapa definisi atau pengertian Fraud (kecurangan) diatas, maka tergambarkan bahwa yang dimaksud dengan kecurangan (fraud) adalah sangat luas dan dapat dilihat pada beberapa kategori kecurangan. Namun secara umum, unsure-unsur dari kecurangan (Keseluruhan unsur harus ada, jika ada yang tidak ada maka dianggap kecurangan tidak terjadi) adalah :
1.  Harus terdapat salah pernyataan (misrepresentation).
2.  Dari suatu masalah masa lampau (past) dan sekarang (present).
3.  Fakta bersifat material.
4.  Dilakukan secara sengaja atau tanpa perhitungan (make – knowingly or recklessly).

Klasifikasi Fraud

The Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) atau Asosiasi Pemeriksa Kecurangan Bersertifikat, merupakan organisasi professional bergerak di bidang pemeriksaan atas kecurangan di AS memiliki tujuan untuk memberantas kecurangan, mengklasifikasikan fraud (kecurangan) dalam beberapa klasifikasi, dan dikenal dengan istilah “Fraud Tree” yaitu Sistem Klasifikasi Mengenai Hal-Hal yang ditimbulkan oleh Kecurangan yang sama (Uniform Occuptional Fraud Classification System) membagi Fraud menjadi 3 jenis sebagai berikut :

1.     Penyimpangan atas asset (Asset Missappropriation)
Penyalahgunaan, pencurian asset atau harta perusahaan atau pihak lain, jenis ini paling mudah untuk dideteksi karena sifatnya tangiable atau dapat diukur/dihitung (defined value).

2.      Pernyataan Palsu (Fraudulent Statement)
Tindakan yang dilakukan oleh pejabat atau eksekutif suatu perusahaan atau instansi pemerintah untuk menutupi kondisi Keuangan yang sebenarnya dengan melakukan rekayasa Keuangan (financial engineering) dalam penyajian laporan keuangannya untuk memperoleh keuntungan atau mungkin dapat dianalogikan dengan istilah window dressing.

3.       Korupsi (Corruption)
Jenis fraud ini yang paling sulit dideteksi karena menyangkut kerjasama dengan pihak lain seperti suap dan korupsi, dimana hal ini yang merupakan jenis yang terbanyak di negara-negara berkembang yang penegakan hukumnya lemah dan masih kurang kesadaran akan tata kelola yang baik sehingga faktor integritasnya masih dipertanyakan. Fraud jenis ini sering kali tidak dapat dideteksi karena para pihak yang bekerja sama menikmati keuntungan (simbiosis mutualisme). Termasuk didalamnya adalah penyalahgunaan wewenang/konflik kepentingan (conflict of interest), penyuapan (bribery), penerimaan yang tidak sah/illegal (illegal gratuities), dan pemerasan secara ekonomi (economic extortion).


Faktor Pemicu Fraud (Kecurangan)

Terdapat empat faktor pendorong seseorang untuk melakukan kecurangan, yang disebut juga dengan teori GONE, yaitu :
1.         Greed (keserakahan)
2.         Opportunity (kesempatan)
3.         Need (kebutuhan)
4.         Exposure (pengungkapan)

Faktor Greed dan Need adalah faktor yang berhubungan dengan individu pelaku kecurangan (disebut juga faktor individual). Sedangkan faktor opportunity dan Exposure merupakan faktor yang berhubungan dengan organisasi sebagai korban perbuatan kecurangan (disebut juga faktor generic/umum).
a.  Faktor individu
1.   Moral, faktor ini berhubungan dengan keserakahan (greed).
2.   Motivasi, faktor ini berhubungan dengan kebutuhan (need), yang lebih cenderung berhubungan dengan pandangan/pikiran dan keperluan pegawai/pejabat yang terkait dengan aset yang dimiliki perusahaan/instansi/organisasi tempat ia bekerja. Selain itu tekanan (pressure) yang dihadapi dalam bekerja dapat menyebabkan orang yang jujur mempunyai motif untuk melakukan kecurangan.

b.   Faktor generic
1.   Kesempatan (opportunity) untuk melakukan kecurangan tergantung pada kedudukan pelaku terhadap objek kecurangan. Kesempatan untuk melakukan kecurangan selalu ada pada setiap kedudukan. Namun, ada yang mempunyai kesempatan besar dan ada yang kecil. Secara umum manajemen suatu organisasi/perusahaan mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk melakukan kecurangan daripada karyawan.
2.    Pengungkapan (exposure) suatu kecurangan belum menjamin tidak terulangnya kecurangan tersebut baik oleh pelaku yang sama maupun oleh pelaku yang lain. Oleh karena itu, setiap pelaku kecurangan seharusnya dikenakan sanksi apabila perbuatannya terungkap.

Gejala Adanya Fraud (kecurangan)

Fraud (kecurangan) yang dilakukan oleh manajemen umumnya lebih sulit ditemukan dibandingkan dengan yang dilakukan oleh karyawan. Oleh karena itu, perlu diketahui gejala yang menunjukkan adanya kecurangan tersebut, adapun gejala tersebut adalah :

1.         Gejala kecurangan pada manajemen.
a.         Ketidakcocokan diantara manajemen puncak.
b.         Moral dan motivasi karyawan rendah.
c.         Departemen akuntansi kekurangan staf.
d.         Tingkat komplain yang tinggi terhadap organisasi/perusahaan dari pihak konsumen, pemasok, atau badan otoritas.
e.         Kekurangan kas secara tidak teratur dan tidak terantisipasi.
f.          Penjualan/laba menurun sementara itu utang dan piutang dagang meningkat.
g.         Perusahaan mengambil kredit sampai batas maksimal untuk jangka waktu yang lama.
h.         Terdapat kelebihan persediaan yang signifikan.
i.          Terdapat peningkatan jumlah ayat jurnal penyesuaian pada akhir tahun buku.

2.         Gejala kecurangan pada karyawan / pegawai
a.         Pembuatan ayat jurnal penyesuaian tanpa otorisasi manajemen dan tanpa perincian/penjelasan pendukung.
b.         Pengeluaran tanpa dokumen pendukung.
c.         Pencatatan yang salah/tidak akurat pada buku jurnal/besar.
d.         Penghancuran, penghilangan, pengrusakan dokumen pendukung pembayaran.
e.         Kekurangan barang yang diterima.
f.          Kemahalan harga barang yang dibeli.
g.         Faktur ganda.
h.         Penggantian mutu barang.

Pelaku Fraud (kecurangan)

Pelaku kecurangan diatas dapat diklasifikasikan kedalam dua kelompok, yaitu manajemen/karyawan pegawai. Pihak manajemen biasanya melakukan kecurangan untuk kepentingan perusahaan, yaitu salah saji yang timbul karena kecurangan pelaporan Keuangan (misstatements arising from fraudulent financial reporting). Sedangkan pegawai/karyawan melakukan kecurangan bertujuan untuk keuntungan individu, misalnya salah saji yang berupa penyalahgunaan aktiva. Ada beberapa perilaku pelaku fraud yang harus menjadi perhatian karena dapat merupakan indikasi adanya kecurangan yang dilakukan orang tersebut, yaitu:

a.         Perubahan perilaku secara signifikan, seperti: easy going, tidak seperti biasanya, gaya hidup mewah, mobil atau pakaian mahal.
b.         Gaya hidup di atas rata-rata.
c.         Sedang mengalami trauma emosional di rumah atau tempat kerja.
d.         Penjudi berat.
e.         Peminum berat.
f.          Sedang dililit utang.

Pada umumnya fraud terjadi karena tiga hal yang mendasarinya terjadi secara bersama, yaitu:
  • Insentif atau tekanan untuk melakukan fraud
  • Peluang untuk melakuakn fraud
  • Sikap atau rasionalisasi untuk membenarkan tindakan fraud.


Ketiga faktor tersebut digambarkan dalam segitiga fraud (Fraud Triangle) berikut:

1. Opportunity
Opportunity biasanya muncul sebagai akibat lemahnya pengendalian inernal di organisasi tersebut. Terbukanya kesempatan ini juga dapat menggoda individu atau kelompok  yang sebelumnya tidak memiliki motif untk melakukan fraud.

2. Pressure
Pressure atau motivasi pada sesorang atau individu akan memebuat mereka mencari kesempatan melakukan fraud, beberapa contoh pressure dapat timbul karena masalah keuangan pribadi, Sifat-sifat buruk seperti berjudi, narkoba, berhutang berlebihan dan tenggat waktu dan target kerja yang tidak realistis.

3. Rationalization
Rationalization terjadi karena seseorang mencari pembenaran atas aktifitasnya yang mengandung fraud. Pada umumnya para pelaku fraud meyakini atau merasa bahwa tindakannya bukan merupakan suatu kecurangan tetapi adalah suatu yang memang merupakan haknya, bahkan kadang pelaku merasa telah berjasa karena telah berbuat banyak untuk organisasi. Dalam beberapa kasus lainnya terdapat pula kondisi dimana pelaku tergoda untuk melakukan fraud karena merasa rekan kerjanya juga melakukan hal yang sama dan tidak menerima sanksi atas tindakan fraud tersebut.

a. Corporate Governance dilakukan oleh manajemen yang dirancang dalam rangka mengeliminasi atau setidaknya menekan kemungkinan terjadinya fraud. Corporate governance meliputi budaya perusahaan, kebijakan-kebijakan, dan pendelegasian wewenang.

b. Transaction Level Control Process yang dilakukan oleh auditor internal, pada dasarnya adalah proses yang lebih bersifat preventif dan pengendalian yang bertujuan untuk memastikan bahwa hanya transaksi yang sah, mendapat otorisasi yang memadai yang dicatat dan melindungi perusahaan dari kerugian.

c. Retrospective Examination yang dilakukan oleh Auditor Eksternal diarahkan untuk mendeteksi fraud sebelum menjadi besar dan membahayakan perusahaan.

d. Investigation and Remediation yang dilakukan forensik auditor. Peran auditor forensik adalah menentukan tindakan yang harus diambil terkait dengan ukuran dan tingkat kefatalan fraud, tanpa memandang apakah fraud itu hanya berupa pelanggaran kecil terhdaap kebijakan perusahaan ataukah pelanggaran besar yang berbentuk kecurangna dalam laporan keuangan atau penyalahgunaan aset.

Pencegahan fraud bisa dianalogikan dengan penyakit, yaitu lebih baik dicegah dari pada diobati. Jika menunggu terjadinya fraud baru ditangani itu artinya sudah ada kerugian yang terjadi dan telah dinikmati oleh pihak terntu, bandingkan bila kita berhasil mencegahnya, tentu kerugian belum semuanya beralih ke pelaku fraud tersebut. Dan bila fraud sudah terjadi maka biaya yang dikeluarkan jauh lebih besar untuk memulihkannya daripada melakukan pencegahan sejak dini.

Untuk melakukan pencegahan, setidaknya ada tiga upaya yang harus dilakukan yaitu:

1. Membangun individu yang didalamnya terdapat trust and openness, mencegah benturan kepentingan, confidential disclosure agreement dancorporate security contract.

2. Membangun sistem pendukung kerja yang meliputi sistem yang terintegrasi, standarisasi kerja, aktifitas control dan sistem rewards and recognition.

3. Membangun sistem monitoring yang didalamnya terkandung control self sssessment, internal auditor dan eksternal auditor.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar